SELAMAT DATANG DI BLOG RIDWAN SAPUTRA....
08.59

PRAGMATIK

Pragmatik

Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan Charles Morris (1938). Filosof ini memang mempunyai perhatian besar terhadap ilmu yang mempelajari system tanda (semiotik). Dalam semiotik ini, dia membedakan tiga konsep dasar yaitu sintaktik, semantik, dan pragmatik. Sintaktik mempelajari hubungan formal antara tanda-tanda. Semantik mempelajari hubungan antara tanda dengan objek. Pragmatik mengkaji hubungan antara tanda dengan penafsir (interpreters). Tanda-tanda yang dimaksud di sini adalah tanda-tanda bahasa bukan yang lain.

Berbeda dengan Charles Morris, Carnap (1938) seseorang filosof dan ahli logika menjelaskan bahwa pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak tertentu yang menunjukkan pada agents. Dengan perkataan lain, pragmatic mempelajari hubungan konsep yang merupakan tanda dengan pemakai tanda tersebut. Selanjutnya, ahli lainkan Montague mengatakan bahwa pragmatic adalah Studi yang mempelajari idexical atau deictic. Dalam pegertian yang terakhir ini, pragmatic berkaitan dengan teori rujukan/deiksis, yaitu pemakaian bahasa yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakainya.

Pemerolehan Pragmatik.

Manusia dilahirkan di dalam dunia sosial di mana mereka harus bergaul dengan manusia lain yang di sekitarnya. Sejak awal hidupnya dia sudah bergaul sosial dengan terdekat, meskipun bentuk masih satu arah-orang tua berbicara, dan bayi hanya mendengarnya saja. Dalam perkembangan hidup selanjutnya, dia mulai memperoleh bahasa setapak demi setapak. Pada saat yang sama, dia juga sudah dibawa ke dalam kehidupan sosial di mana terdapat rambu-rambu perilaku kehidupan. Rambu-rambu ini diperlukan karena meskipun manusia itu dilahirkan bebas, tetap saja dia harus hidup bermasyarakat. Ini berarti bahwa dia harus pula menguasai norma-norma sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Sebagian dari norma-norma ini tertanam dalam bahasa sehinngga kempetensi anak tidak hanya terbatas pada apa yang dinamakan pemakaian bahasa (language usage) tetapi juga penggunaan bahasa (language use). Dengan kata lain, anak harus pula menguasai kemampuan pragmatik.

Pragmatik merujuk ke telaah makna dalam interaksi yang mencakup makna si pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran yang dikeluarkan (jucker, 1998:830). Ninio dan Snow (1996:45) menyatakan bahwa komunikasi non–verbal pada anak sebelum anak dapat mengeluarkan bentuk yang bermakna sebenarnya merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka mengatakan anak sebanarnya sudah tahu mengenai esensi penggunaan bahasa pada waktu anak berumur beberapa minggu. Kent dan Miolo (1996:304) bahkan mengatakan bahwa janin pun sebenarnaya telah terekspos pada bahasa manusia melelui lingkungan intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara ibunya dari pada suara orang lain. perbedana antara orang dewasa dengan bayi hanyalah bahwa bayi menaggapi ujaran oarang dewasa tidak (lebih tepatnya, belum) secara verbal. Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti pragmatik anak. Dapat dicontohkan, jika anak disuruh oleh orang tua untuk mengambil sesutu benda, dia akan langsung merespon perintah orang tuanya dan memberikan benda itu kepada sasaran yang benar yakni ayah atau ibu.

Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi komunikasi pragmatik antara dia dengan orang lain. Jadi, anak manapun sebanaranya telah menunjukan kemampuan prakmatik sejak dini.

Tindak Bahasa

Dalam peristiwa tutur terdapat tindak tutur yang jenisnya bermacam-macam. Menurut Austin yang kemudian disederhanakan oleh Searle, macam tindak tutur terbagi menjadi lima (Levinson, 1983) yaitu sebagai berikut.

  1. Tindak representatif yaitu tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana sesustu itu adanya. Termasuk dalam tindakan ini misalnya mengemukakan, menjelaskan, menyatakan, dan menunjuk.

Contohnya :

A : “Buku itu bukan milik saya”

B : “Lalu milik siapa?”

A : “Saya tidak tahu.”

Dari percakapan singkat di atas, bahwa A menyatakan bahwa buku itu bukan miliknya dan A mengemukakan bahwa ia tidak tahu siapa yang sebenarnya memiliki buku itu.

  1. Tindak komisif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong pembicara melakukan sesuatu misalnya bersumpah dan berjanji.

Contohnya :

A : “Saya berjanji tidak menyebarluaskan masalah ini kepada orang lain, percayalah!”

B : “Baiklah kalau begitu saya akan menceritakannya kepadamu”.

Dari percakapan di atas menunjukkan bahwa A melakukan tindak tutur berjanji kepada B untuk tidak menyebarluaskan masalah tertentu karena A ingin mengetahuinya.

  1. Tindak Direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong penanggap tutur

melakukan sesuatu, misalnya mengusulkan, memohon, memerintah, mendesak, menentang. Dengan kata lain yang bisa memerintah lawan tutur melakukan suatu tindakan verbal maupun non verbal.

Contohnya :

A : “saya haus sekali, tolong ambilkan minum!”

B : “apa dikira saya ini pembantu?” (walaupun begitu B bergegas mengambil air juga).

  1. Tindak ekspresif yaitu tindak tutur yang menyangkut perasaan dan sikap. Tindak tutur ini misalnya berupa tindakan meminta maaf, berterima kasih, mengadukan, menyampaikan, ucapan selamat, mengkritik dan sebagainya. Tindak ekspresif ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan sikap psikologis pembicara terhadap lawan bicara.

Contohnya :

A :”Mengapa anda belum menyerahkan tugas?”

B :”Maaf pak, tugas itu memang belum selesai saya kerjakan.”

A :”kapan akan anda serahkan?”

B :”insya allah hari kamis pak.”

Dalam pemenggalan percakapan di atas terdapat adanya tindak tutur meminta maaf, sebagai salahsatu contoh tindak ekpresif.

  1. Tindak deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau membenarkan sasuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya. Tindak tutur deklaratif ini dinyatakan dengan setuju, tidak setuju, benar, dan lain-lain.

Contohnya:

A :”menurut saya,belajar bahasa di samping dipengaruhi oleh bakat bahasa dipengaruhi juga oleh lingkungan. Setujukah anda dengan pendapat saya ini ?”

B :” Ya, saya setuju dan dapat menerima pendapat saudara.”

Kajian pragmatik

Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap ( tetapi berubah-ubah ) seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacu kepada A atau B. Kata sini mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu kepada waktu ketika penutur sedang berbicara.

Praanggapan mengacu kepada makna tersirat yang ” mendahului“ makna kalimat yang terucapkan ( tertulis ). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar ( pembaca ). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna lain” yang bisa ditangkap, yaitu ‘dia mempunyai ibu.’ Inilah yang disebut praanggapan. Untuk mengecek kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya dengan menempatkan praanggapan di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.

Praanggapan berbeda dengan pengartian. Yang disebut pengartian yaitu “makna lain” yang “mengikuti” suatu ujaran. Misalnya kalau kita mendengar ujaran “ini bunga”, maka sebenarnya ada sejumlah makna yang menyertai makna ujaran itu yaitu “pantas wangi” (ini) bukan kerbau. Kalau digabungkan akan menjadi seperti ini:

ini bunga. Pantas wangi.”

ini bunga. Bukan kerbau.”

Dalam kehidupan sehari-hari pengartian banyak sekali didahului kata “Artinya, ….”, “itu berarti,….” Jadi, semacam simpulan atau tambahan pengertian (atau makna) atas ujaran yang mendahuluinya.

Tindak tutur adalah suatu ujaran sebagai suatu satuan fungsional dalam komunikasi. Di dalam teori tindak tutur, ujaran itu mempunyai dua jenis makna yaitu:

  1. Makna proposisional (disebut juga makna lekusioner). Makana ini merupakan makna harafiah dasar dari ujaran yang disampaikan (dibawa) oleh kata atau struktur yang dikandung oleh ujaran itu.

  2. Makna ilokusioner (daya ilokusioner). Makna ini merupakan efek yang dipunyai oleh teks tertulis atau ujaran terhadap pembaca atau pendengar. Misalnya kalimat “Saya haus.” Makna proposisionalnya adalah apa yang dikatakan tentang keadaan fisik penutur.

Daya ilokusioner adalah efek yang diinginkan penutur yang dipunyai oleh ujaran terhadap pendengar. Ujaran di atas misalnya mungkin dimaksud untuk meminta sesuatu untuk diminum. Sebuah tindak tutur adalah kalimat atau ujaran yang mempunyai makna proposisional dan daya ilokusioner. Sebuah tindak tutur yang dibentuk secara tidak langsung kadang-kadang disebut tindak tutur tidak langsung, seperti tindak tutur dalam contoh di atas (“saya haus”). Tindak tutur ini sering dirasakan lebih sopan untuk membangun tindak tutur tertentu, misalnya permintaan penolakan.

Implikatur percakapan mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama” antara penutur dan lawan tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus saling berhubungan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing-masing ujaran. Artinya, makna keterkaitan itu tidak diungkapkan secara harafiah pada ujaran itu. Dalam hal itu Soemarmo (dalam Dardjowidjojo, 1988) member contoh cakapan berikut:

A: “Kamu masih di sini.”

B: “Bus ke Muntilan baru saja lewat.”

Kalau hanya melihat kedua ujaran A dan B itu kita tidak memperoleh keterkaitan, karena A berbicara (mungkin dengan keterkejutan atau keheranan masih di sini, di Jogja) tentang B yang ada di depannya, sedangkan B berbicara tentang bus yang ke Muntilan. B tidak perlu heran, karena ada kebenaran bahwa “B ada di sini”. Meskipun A berujar demikian. Mengapa? Karena B menyadari bahwa A tahu betul seharusnya B sudah berangkat ke Muntilan (dan tidak “di sini”). Sebaliknya, A juga tidak perlu heran karena B mengucapkan kalimat itu karena kalimat B tadi merupakan alasan mengapa dia belum berangkat (dan arena itu masih di sini). Jadi, implikatur percakapan itu dapat dikatakan sejenis makna yang terkandung dalam cakapan yang dipahami oleh masing-masing partisipan.

3 komentar:

aisyah san mengatakan...

thanks a lot, ngebantu banget untuk TAS saya....

aisyah san mengatakan...

thanks a lot, ngebantu banget untuk TAS saya....

Anonim mengatakan...

thanks Bang Ridwan,,
Tp bang,, kalo boleh nanya,
apakah perbedaan pragmatik dan analisis wacana(Discourse analysis) ?? trus contohnya gmana ya ??
hehe,, maklum aye masih awam ni..

my email : irfaneuy31@gmail.com