SELAMAT DATANG DI BLOG RIDWAN SAPUTRA....
08.19

SASTRA BANDING

SASTRA BANDINGAN

Sastra Bandingan ( Comparative Literature ) dalam banyak rumusan atau definisi, umumnya menekannya perbandingan dua karya atau lebih dari sedikitnya dua Negara yang berbeda.
Sastra bandingan bertujuan untuk menghapus pandangan sempit sastra nasional dan untuk menghilangkan anggapan bahwa satu sastra nasional lebih baik dari satu sastra nasional lainnya.
Sastra bandingan tidak mempersoalkan masalah perbedaan dalam agama dan kurun waktu. Karya-karya sastra dapat saja dibahas dan dibandingkan meskipun lokasi cerita, para pelaku, dan penulisnya menunjukan perbedaan yang jelas.

Hakikat Kajian Ilmu Sastra Bandingan

Sastra Bandingan dalam kajian umum serta dalam kaitannya dengan sejarah ataupun yang lainnya adalah bagian dari sastra. Bagaimana menghubungkan sastra yang satu dengan yang lain, dan bagaimana pengaruh keduanya, serta apa yang dapat diambil dari sastra ini dan apa yang diberikannya. Atas dasar inilah kajian dalam sastra bandingan bersifat berpindah dari satu sastra ke sastra yang lain. Terkadang perpindahan ini dari segi lafadz-lafadz bahasa atau dalam tema serta dalam gambaran yang di perlihatkan sastrawan dalam temanya, atau berupa karya-karya seni.
Dan batasan-batasan yang memisahnya antara sastra dengan yang lain pada kajian perbandingan terletak pada bahasa-bahasa. Maka perbedaan antara bahasa adalah syarat untuk membangun kajian sastra banding. Pengaruh-pengaruh sastra yang ditulis dengan satu sama lain dan perbandingan yang terjadi antara sastrawan satu dengan yang lain mengenai bahasa yang satu tidak pula masuk bahasan sastra banding.
Dalam sastra bandingan kajian sastra dapat dilakukan dengan mengambil hanya dua karya sastra, misalnya dua sajak, dari sastra nasional yang berbeda. Selain itu sastra bandingan mencakup pula kajian tentang hubungan karya-karya sastra dengan berbagai bidang d luar kesusasteraan, misalnya dengan ilmu pengetahuan, agama, dan karya-karya seni.
Sifat Kajian Sastra Bandingan

Berdasarkan sifat kajian, kajian sastra bandingan dapat kita bagi atas beberapa kelompok, antara lain :
1.Kajian bersifat komparatif
Kajian ini terutama dititikberatkan pada penelaahan teks karya-karya sastra yang dibandingkan, misalnya karya sastra A dengan karya sastra B,. dapat dikatakan bahwa kajian ini merupakan titik awal munculnya sastra bandingan, oleh karena itu, kajian ini selalu dipandang sebagai bagian terpenting dalam kajian sastra bandingan.
2.Kajian bersifat historis
Kajian yang bersifat historis ini lebih memusatkan perhatian pada nilai-nilai historis yang melatarbelakangi kaitan antara satu karya sastra dengan karya sastra lainnya. Kajian ini dapat berupa, misalnya, masuknya satu buah pikiran, aliran, teori kritik sastra ataupun jenre dari satu Negara ke Negara lainnya.
3.Kajian bersifat Teoritis
Kajian yang bersifat teoritis ini menggambarkan tentang konsep, criteria, batasan, ataupun aturan-aturan dalam berbagai bidang kesusastraan. Sebagai contoh adalh konsep-konsep mengenai berbagai aliran, criteria jenre, teori-teori pendekatan, serta batasan-batasan yang berkaitan dengan masalah tema.
4.Kajian bersifat antar-disiplin
Sifat kajian ini sesuai dengan judulnya, tidak menelaah karya-karya sastra semata-mata, melainkan membicarakan hubungan antara isi karya sastra dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, agama, dan bahkan juga karya-karya seni.

Urgensi Kajian Sastra Banding

Kajian sastra banding memiliki manfaat besar dalam kawasan Nasional dan Global pada kawasan nasional mengarahkan penelaahan atas sastra asing dan membandingkannya dengan sastra Umum, menuju peringanan dari segi kefanatikan bahasa dan sastra umum/ pribumi tanpa mencari kebenaran.
Dan dari segi fungsi-fungsi study sastra banding sebenarnya menjadikan pembelajaran tentang kebiasaan khusus atas perbedaan antara apa itu nasional yang melekat dan pendatang yang menyulusup dan dari segi pemikiran dan kebudayaan.
Metode Pembahasan Dalam Sastra Banding

Seorang pembahas dalam sastra banding membutuhkan kumpulan-kumpulan pembelajaran yang membantunya dalam mengkaji sastra banding.
1.Study sejarah, Dalam hal ini sangat penting seorang pembahas memiliki pengetahuan yang luas serta memahami segala macam kejadian dan perkembangan sejarah, serta mengetahui hubungan sosial antar bangsa yang begitu beragam. Ilmu sastra banding merupakan cabang ilmu sastra, dan sejarah adalah bagian terpenting dalam pembelajaran ini.
2.Setelah mengerti sejarah, pembahas juga Mengetahui perjalanan para tokoh dan study sample kemanusiaan sastra yang dikenal disetiap bangsa dan sastra itu sendiri. Contoh: Laila Majnun dalam sastra “Cinta”.
3.Mengetahui ragam bahasa sangatlah penting dalam study sastra banding. Namun pembahasan tidak dituntut untuk menggunakan seluruh bahasa dalam study sastra banding ini. Karena, ini adalah satu hal yang mustahil, cukup baginya memilih salah satu bahasa yang baik.
4.Terjemah, merupakan lingkup yang baik untuk mengetahui pengaruh-pengaruh sumber-sumber yang lain dan karya-karya sastra besar.
5.Kunjungan, merupakan satu kegiatan yang memiliki faedah besar dalam study sastra banding, karena hubungan antar bangsa membuka peluang untuk satu pemahaman dan tidak mengendalikan pembelajaran dari buku saja.

Intertekstualitas dan Sastra Bandingan

Masalah transformasi tidak hanya menyangkut perubahan dari karya sastra yang satu menjadi karya sastra yang lain, tetapi juga perubahan dari jenis karya nonsastra menjadi karya sastra. Beberapa cerpen Ahmad Thari, misalnya, seperti “Pencuri” (Panji Masyarakat, No. 458, 1982), “Nyanyian Malam” dan “Syukuran Sutabawor” ternyata menyerupai esainya “Priyayi Zaman Akhir” dan “Tetangga di Belakang Rumah” dalam rubrik Seloka dan Amanah NO. 59, 20 Oktober 1988 dan No. 85, 7 Oktober 1989.
Masalah lainnya yang cukup menarik terjadi pada kasus Ajip Rosidi. Puisi Naratif Ajip Rosidi yang berjudul “Jante Arkidam” semula ditulis dalam bahasa sunda tahun 1956 lalu ditulis kembali dalam bahasa Indonesia. Masalahnya ada beberapa larik versi sunda yang dihilangkan, dan apakah perbandingan Jante Arkidam versi itu (Sunda-Indonesia) termasuk sastra bandingan, mengingat bahasa itu berbeda bahasanya atau intertekstualis??. Di Indonesia atau di Negara-negara yang multietnik, keadaan seperti itu, bukanlah hal yang aneh.
Dan sejumlah kasus yang telah dipaparkan tadi, yang perlu mendapat perhatian, barangkali- bukanlah pada perbedaan bahasa, geografi, politik atau negara, tradisi dan kebudayaan, melainkan pada metodologinya. Jika yang diperbandingkan sebatas teksnya semata-mata tanpa menghubungkannya dengan faktor-faktor ekstrinsik maka sebut saja itu sebagai sastra bandingan dengan pendekatan intertekstualitas. Tetapi jika perbandingannya itu dilanjutkan dengan penjelasan mengenai hal yang menyangkut perbedaan sosiokultural yang melingkari diri pengarang masing-masing maka sebut saja itu sebagai studi sastra bandingan dengan pendekatan sosio-kultural. Justru dalam hal inilah, studi sastra bandingan, tidak hanya akan menjadi studi interdisipliner tetapi juga, pada gilirannya, menurut kritikus melebarluaskan wawasan dan pengkajiannya sekaligus.
Dalam kasus Oedipus dan Sangkuriang, misalnya, mengapa Oedipus sempat menjadi suami perempuan yang sebenarnya ibunya sendiri, sedangkan Sangkuriang, menikah pun dengan Dayang Sumbi belum sempat? Tentu saja persoalnnya menjadi jelas jika kita menghubungkan kultur Sunda pada diri Sangkuriang dengan kultur Barat pada Oedipu. Sangat boleh jadi, Oedipus tidak mengenal Konsep “Anak Durhaka” dan “Surga berada di bawah telapak kaki Ibu.” Mengapa konflik Magdalena Al-Manafaluthi lebih banyak di latarbelakangi oleh persoalan harta kekayaan dan harkat dan derajat keluarga, sedangkan konflik Tenggelamnya Kapal van der Wijck Hamka, dilatarbelakngi oleh masalah adapt (Minang). Masalah yang sama dapat kita kemukakan pada kasus Pariyem dan Nyanyian Lawino. Mengapa Lawino tampil sebagai sosok perempuan Kasar, pemberang dan kasar dibandingkan Pariyem yang sumarah, minder, manut. Mengapa pula dalam cerita-cerita fabel di Eropa, tokoh Srigala selalu tampil sebagai tokoh yang cerdik dan sering muncul sebagai “mesias”, dewa penolong, sedangkan dalam cerita fabel Nusantara seperti itu diwakili oleh tokoh Kancil, sebaliknya tokohnya srigala tampil sebagai tokoh jahat, rakus, dan serakah? Apakah ini juga erat kaitannya dengan latar belakang sosiokultural yang berlaku di masyarakat masing-masing?
Banyak contoh serupa masih dapat kita kemukakan. Yang jelas bahwa penjelasan sosiokultural dalam studi sastra bandingan agaknya, perlu mendapat tekanan, betapapun itu memerlukan disiplin ilmu lain. Dengan cara ini, niscaya studi sastra bandingan akan memberi sumbangan berarti bagi usaha memahami kebudayaan suatu bangsa. Dengan cara itu pula, terbuktilah bahwa bahasa (sastra) merupakan juga cerminan identitas bangsa.

Sastra Banding dan Kedudukannya Di Antara Metode-metode Kajian Sastra

Sastra banding adalah salah satu metode study sastra. Dan karena metode-metode bagian sastra banyak dan berhubungan satu sama lain dan ini membantu menjelaskan kedudukan sastra banding di antara metode-metode yang menetapkan masing-masing kepentingannya :

1.Sudut Pandang Sastra adalah merupakan metode yang membahas mengenai sejarah munculnya dan perkembangan sastra dari masa ke masa.
2.Kritik Sastra adalah merupakan metode yang membahas karya-karya sastra, misalnya sebuah novel atau puisi, dengan mempergunakan teori-teori kritik sastra.
3.Sejarah Sastra adalah merupakan metode yang berusaha mengungkapkan latar belakang, dan perkembangan berbagai aspek sastra, misalnya karya sastra, bentuk sastra, aliran sastra, ataupun teori sastra.

Ketiga metode ini tidak selalu berdiri sendiri karena kadang-kadang ada kaitan satu sama lainnya dan perbedaan diantara metode-metode ini berdasarkan sudut pandang yang kita lihat dari sastra itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Mahayana, Maman S, 9 jawaban sastra Indonesia, Jakarta: Bening Publishing,2005.
Malibara, Ahmad Akram, Muqaddimah fil Adab al Muqaran, Jakarta: UINJKT,2000
Razali kasim, Sastra Bandingan Ruang Lingkup dan Metode (Medan Universitas Sumatera Utara, 1996)

0 komentar: