SELAMAT DATANG DI BLOG RIDWAN SAPUTRA....
06.53

07.07

ACARA LEPAS SAMBUT SERTA KENAIKAN SISWA RA, MD & MI NURUL ADZIM TAHUN PELAJARAN 2007-2008

Sedih sech sedih, baju gw jangan pake ngebersihin ingus donk, tp yang satu ni lebih lucu yang laen pada sedih eh dia enak-enakan ngupil di atas panggung he, he, he ............
Biasa ja ngasih nasehatnya pak......!!! anak-anak pada takut tuchh.....
Wisudawan & wisudawati lagi nyanyiin lagu perpisahan, sedih buanget niehh.....
Penampilan dari siswa Mi Nurul adzim mirip bidadari turun dari bus ja, eh salah dari kayangan, cory yachh.........
pelepasan atribut siswa seca simbolis. mirip pengantin ja ......Mau donkkkkkkk
Pak yamin jangan tarik tali toga saya khan malu d' liat ma pacar saya ........tuch
Pak Haji tali toga saya jangan d' tarik dong khan malu banyak cewex-cewex cuakep....
Penghormatan tim marching BaNd pd semua yang hadir di acara perpisahan, tapi Awas jangan bawah 2x N@nti Sakit pinggang lochhh..... He, he..He..........
Penampillan siswa-siswi Mi Nurul Adzim
Nie Kepala Sekolah MI Nurul Adzim Lagi Sambutan
Pak Haji Lagi Sambutan Selaku Ketua Yayasan Nurul Adzim
Bu Klo Sambutan Tangannya Jangan D' Kebelakangin donk. Q" Jadi curiga nieh......!!!
Gatel Yach......................????
Tim Kosidah Mi Nurul Adzim Dengan gerakan persi 2010 ( yang terbaru) ampir mirip pencak silat lochhhhh





By


Ridwan. S@

18.09

KERIS

keris sajen

keris Sajen can be divided in four types:


Type 1: the smaller 10-16 cm, very rough design, probably the oldest one.


Type 2: the medium 20-30 cm, more refined with a distinct pamor adeg and batu lapak is often found.


Type 3: the longer 30-50 cm, with a larger variety of dapur, pamor and with a detailed hilt figure.


Type 4: has the same size as type 2, but the hilt is perpendicular to the flat of the blade and it has a dapur cundrik. This type has more commonality with the Sumatra Rencong or Tumbuk Lada, then with a Keris.


Selasa, 2008 Mei 13

pusaka BUNG KARNO

Kanjeng Kiai Lepet dan Kanjeng Kiai Lawi

Menurut panembahan Hardjonagoro, yg pernah menjadi penari istana Negara pada zaman Bung Karno, Presiden RI yang pertama itu pernah menerima pusaka dari Keraton Surakarta.

Selain pusaka berupa pedang Kanjeng Kiai Lepet dan Kanjeng Kiai Lawi, Bung Karno juga menerima seperangkat pusaka wayang kulit dari Keraton Surakarta bernama Kanjeng Kiai Kadung.

Pernah ketika Panembahan Hardjonagoro sedang menata kamar tidur Bung Karno, ia pernah melihat pusaka pedang pendek bersarung emas seperti biasa disandang Bung Karno dalam foto resmi.

Wayang-wayang Kanjeng Kiai Kadung mempunyai bentuk yang ekstra besar, hampir dua kali lipat ukurang wayang kulit yang dikenal sekarang.
Selain pusaka tosan aji (keris, tombak, pedang, dll), wayang kulit milik keraton yang disakralkan juga dipercaya sebagai pusaka yg penting.

Ketiga pusaka keraton Surakarta tsb selalu menyertai Bung Karno selama masa jayanya. Kemudian ketika Bung Karno kehilangan kekuasaannya sebagai Presiden Seumur Hidup, Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno atas kehendak sendiri mengembalikan pusaka-pusaka tsb ke keraton Surakarta.

Apakah Bung Karno yang dikenal berjiwa besar, mengembalikan pusaka-pusaka tsb karena menyadari bahwa Wahyu Kedaton yang memberinya kekuasaan tidak berada ditangannya lagi?
Tak ada jawaban pasti memang. Tapi yang jelas, mitos tentang pusaka2 keraton yang dianggap sebagai pembawa Wahyu Kedaton kepada seorang tokoh besar Bung Karno oleh banyak kalangan diyakini sebagai sebuah kebenaran.








Biring wadon tombak pegangan Bung Karno


Tidak disangsikan lagi, bahwa Bung karno sangat dikagumi para kaum hawa pada zamannya. Dan karena itu, banyak yang meyakini, Bung Karno juga memiliki piandel penakluk.

Tombak yang berdapur (berbentuk) Biring Wadon, konon mempunyai tuah menambah daya tarik siempunya terhadap kaum perempuan.
Tombak yang bagian bawahnya seperti pinggul perempuan inilah yang kemudian sempat digunjingkan menjadi andalan Bung karno dalam urusan merebut hati perempuan.
Tombak yang berpamor junjung drajat tsb hadiah dari Maladi – mantan menteri penerangan pada jamannya.

Pamor Tombak Biring Wadon memang mirip dengan pamor Ujung Gunung, tapi bersusun atau sap-sapan. Diantara susunan itu ada sela, jadi memang dibuat oleh sang empu dengan maksud untuk peningkatan karier. Dari lurah jadi camat, naik jadi bupati kemudian gubernur, jadi menteri, dan seterusnya. Seolah drajatnya meningkat.





senjata leluhur -perlu di lestarikan.PAGE-2


























senjata leluhur -perlu di lestarikan.PAGE-1